بسم الله الرحمن الرحيم
Bagaimana totalitas kita untuk beribadah kepada Allah
?
Bagaimana totalitas kita untuk bersyukur kepada Allah
?
Iyyaaka na’abudu wa iyyaaka nasta’een
Ketika Allah
meminta kita untuk totalitas dalam berIslam artinya segala sesuatu yang kita punya dari nikmat Allah
dari ujung kaki sampai ujung rambut, dari bangun tidur sampai kita bangun lagi itu seharusnya kita tenggelamkan diri kita kepada islam / beribadah kepada Allah
.
Tidak ada space sedikitpun, sedetikpun, atau sekecil apapun yang seharusnya kita gunakan tidak untuk beribadah kepada Allah
. Allah menutup semua nikmat yang diberikan untuk kita gunakan beribadah , Kenapa bisa seperti itu ? karena yang memberikan itu adalah Allah
.
Kita bisa bernafas, kita bisa melakukan segala kesibukan kita dan kita bisa melihat ayat-ayat kauniyah Allah. Itu semua adalah nikmat dari Allah
dan Allah
menginginkan nikmat itu untuk kita gunakan sebagai bentuk ibadah kita kepada Allah
.
Ikhwah fillah mudah-mudahan Allah selalu memberikan kita kemudahan kedepannya agar kita bisa melazimi perkara ini.
Perkara dunia ini adalah perkara yang sudah final, perkara yang sudah dicatatkan oleh Allah
seberapa banyak dan seberapa lama yang akan kita dapatkan dari rezeki kita, dari umur kita dan sebagainya, ini adalah perkara yang final. Allah
tidak akan mematikan kita, kecuali semuanya itu sudah disempurnakan.
Perkara yang sudah final itu adalah perkara dunia, perkara akhirat kita ini adalah yang belum final. Maka sungguh sangat bodoh sekali orang yang sangat sibuk sekali dengan perkara yang sudah final. Dia habiskan waktunya, umurnya, tenaganya untuk perkara yang sudah final atau perkara yang sudah dicatatkan oleh Allah
.
Ketika Rosulullah
itu mendefinisikan siapa orang yang cerdas dan pintar itu maka para sahabat menjawab, ada yang mengatakan orang yang pintar bersyair, orang yang bisa mengumpulkan banyak harta dan lainya. Akan tetapi jawaban Rasulullah
adalah perkara yang tidak dikatakan oleh para sahabat, yaitu "Al-Kayyisu Man Dana Nafshu Wa 'Amila Lima Ba'dal-Maut"; artinya: "Orang yang cerdas, ialah yang mampu menundukkan nafsunya, dan selalu melakukan persiapan 'amal untuk.menghadapi resiko yang datang setelah kematian". HR Ahmad.Seperti itulah orang yang pintar, jadi kesimpulannya orang yang tidak beramal dengan 2 amal ini otomatis adalah orang yang bodoh. Karena orang pintar adalah orang yang menundukan hawa nafsunya dalam rangka beramal untuk perkara setelah kematiannya.
Wallahu’alam
Penulis: Muhammad Zein M.A
Disarikan dari Kajian kitab "Madarijus Salikin" karya Ibnul Qoyyim Al jauziyah.
No comments