Gallery

Video

Titulo

Romantika 'Titik Nol Kilometer'

KAWASAN Titik Nol Kilometer Yogyakarta akan segera berubah. Aspal jalan rencana diganti batu andesit, yakni suatu jenis batuan beku vulkanik. Perempatan Titik Nol diharapkan makin indah dan menjadi kebanggaan yang penuh makna bagi warga Yogya. Menjadi landmark yang dirindukan siapa saja untuk selalu berkunjung ke Yogyakarta. Untuk itu diperlukan waktu mulai 3 September hingga 18 Desember 2015. (KR, 1/9). Warga Yogya dan wisatawan, harus bersabar karena di kawasan ini akan terjadi aktivitas pembangunan fisik.



Dalam benak masyarakat (memori kolektif) Titik Nol lebih dikenang sebagai 'Simpang Air Mancur'. Sebab sebelum tahun 1996, ada bundaran air mancur persis di tengah perempatan. Era tahun 1980 an pada saat-saat tertentu, air mancur dinyalakan. Jika malam kawasan ini sangat elok oleh kilau air dan lampu listrik. Menjadi kawasan favorit untuk anak muda sekadar makan angin. Bundaran air mancur yang 'dinilai' tinggalan zaman kolonial itu pun tinggal kenangan, masuk dalam catatan arsip.

Wajah kota hakikatnya sumber sejarah. Sangat tergantung pada yang sedang berkuasa. Artinya, siapa yang sedang memiliki wewenang membuat kebijakan dan anggaran. Sudah menjadi rahasia umum, penataan wajah kota menjadi agenda untuk 'mengabadikan' siapa yang sedang berkuasa pula. Selalu ada 'pesan' yang tersirat maupun tersurat.

Titik Nol Kilometer Yogyakarta merupakan kawasan yang sangat bersejarah. Baik bagi sejarah perkembangan kota Yogyakarta maupun sejarah bangsa Indonesia. Fungsi utamanya, sebagai kawasan atau titik penentu jarak antar daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jadi memiliki makna secara historis dan geografis. Kepala Dinas PUP ESDM DIY, Rani Sjamsinarsi, sudah menghitung cermat dan menegaskan itulah titik nol kilometer. Dengan pemasangan batu andesit mulai 3 September besok, berakhirlah silang pendapat tentang lokasi titik nol kilometer yang semula menjadi polemik.

Seiring membanjirnya wisatawan, Yogya acap terasa sesak dan macet. Kawasan Titik Nol yang dirancang menjadi plaza (yakni ruang publik tempat orang santai berkumpul) dapat menjadi oase wisata yang membanggakan. Kawasan ini harus menghadirkan identitas keyogyaan yang kuat. Menjadi taman kota yang hijau dan terawat. Siapkan sistem agar tetap bersih. Kita boleh mencontoh Singapura yang mampu mendidik siapapun yang datang ke negara itu, dengan kesadaran sendiri
ikut menjaga kebersihan dan keamanan. Bahkan menyiapkan sanksi denda tegas bagi pembuang sembarangan sampah permen karet, puntung rokok dan plastik.

Seiring persiapan menjadi Kota Pusaka, Yogyakarta wajib menjaga karakter. Keramaian boleh tersebar segala penjuru. Perumahan elite, hotel mahal, mall modern, justru harus di luar kota. Tetapi kota dan 'Titik Nol Kilometer' harus dijaga agar penuh makna. Menjadi landmark yang kaya akan pesan dan kesan: budaya, dinamika sejarah, romantika dan inspirasi. Tantangan ini menunggu jawaban dari para pemangku kebijakan. Karya arsitektural akan dikenang abadi sebagai penanda zaman. Untuk itu, harus dikenang berkat kebijakan yang mulia. (krjogja)


No comments

Powered by Blogger.